Puskesmas Manutapen Kupang

Info Kesehatan

Sinergi dan Kolaborasi dalam Mengoptimalisasi Layanan Terapi Pencegahan TBC (TPT) bagi Balita Serumah dengan Pasien TBC Featured

Ditulis Oleh | Kamis, 03 November 2022 02:48
Beri Rating
(1 Vote)
Terapi Pencegahan TBC pada anak Balita oleh PKM Manutapen Terapi Pencegahan TBC pada anak Balita oleh PKM Manutapen Pusk. Manutapen

Oleh: Andika A. Diaz Viera

Penyuluh Kesehatan Masyarakat

Puskesmas Manutapen, Kota Kupang

    

     Indonesia merupakan negara ketiga dengan beban Tuberkulosis (TBC) tertinggi di dunia (GTR, 2021). Diketahui bahwa masalah TBC, tidah hanya mengenai sakit TBC atau TBC aktif, yang penanggulangannya sudah cukup dengan pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT), tetapi juga terkait dengan orang yang telah terpapar, kemudian terinfeksi kuman TBC namun tidak mengalami gejala sakit TBC karena kuman TBC nya belum aktif, sebab daya tahan tubuh yang masih kuat, atau lebih dikenal dengan istilah infeksi laten TBC (ILTB). Untuk dapat menanggulangi kondisi tersebut diperlukan upaya lain dan masih tergolong baru mulai diterapkan di Indonesia, yakni pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT). Global Plan to End TB 2023-2030 menyebutkan bahwa TPT menjadi satu dari enam Pemodelan Epidemiologi yang menentukan dampak intervensi dalam mengakhiri TBC (Eliminasi TB 2030). Hal tersebut juga menjadi dasar dalam program TBC Nasional, yang juga memiliki sasaran salah satu nya adalah meningkatkan pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT) pada  anak dibawah 5 tahun (balita) yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC aktif dan tinggal satu rumah baik dari keluarga maupun kerabat.

 

     Balita sebagai salah satu kelompok yang sangat rentan dan beresiko mengalami Infeksi Laten TB (ILTB). Kondisi ini dialami saat balita terpapar bakteri TBC, namun bakteri tersebut tidak aktif atau dalam keadaan laten/tidur dan tidak menunjukkan gejala TBC. Sehingga diberikannya TPT pada anak dapat mencegah kuman TBC yang tertidur/laten/tidak aktif terbawa terus dalam tubuh lalu aktif dikemudian hari bahkan saat dewasa ketika daya tahan tubuh menurun dan kemudian menyebabkan sakit TBC. Penelitian menunjukkan bahwa 5-10% orang yang ILTB akan berkembang menjadi TBC Aktif. Biasanya balita yang ILTB saat dites dahak atau ronsen thorax maka hasilnya akan negative TBC. Namun, saaat dilakukan pemeriksaan dengan Tes Mantoux atau Tes Tuberkulin maka hasilnya akan positif. Positif disini menunjukkan adanya bakteri TBC dalam tubuh, namun bakteri tersebut tidak aktif/laten dan tidak bisa menularkan ke orang lain, sehingga tidak digolongkan sebagai sakit TBC. Meskipun bakteri TBC-nya dalam keadaan tidak aktif/laten, tetapi bakteri TBC tersebut sangat berpotensi menjadi TBC aktif dikemudian hari. Potensi inilah yang mengharuskan balita dengan ILTB perlu diberi TPT. TPT diminum selama 3-6 bulan secara rutin dan dapat diperoleh secara gratis di Puskesmas. Upaya pemberian TPT ini merupakan usaha untuk mengurangi jumlah balita yang menjadi terduga TB karena kontak serumah dengan pasien TB.

 

     Upaya layanan Terapi Pencegahan TBC yang masih tergolong baru di Indonesia mengakibatkan banyak hambatan dan kendala yang muncul di lapangan. Kendala dari sisi layanan yakni masih belum optimalnya dukungan logistik obat TPT, dimana membutuhkan waktu lama dalam proses pengadaan dan pendistribusian obat TPT. Selain itu, masih banyak tenaga kesehatan yang terkait dalam program TBC yang belum memahami dengan baik alur layanan TPT. Dari sisi masyarakat, meskipun telah ada Organisasi Masyarakat Sipil yang bergerak pada isu TBC yang didukung oleh Pendanaan Dunia (Global Fund ATM) melalui pergerakan kader-kader dilapangan namun kendala yang masih ditemui yakni banyak orang tua dari balita yang menolak anak balitanya diberikan TPT dengan alasan balita mereka masih terlihat sehat. Kebiasaan masyarakat yang sudah terbiasa dengan keadaan sakit dulu baru diberikan obat, bertentangan dengan paradigma TPT yang mana pemberian obat pencegahan justru diberikan kepada orang yang masih sehat dan berkontak erat dengan sumber penularan. Dua faktor ini menjadi kendala utama dalam pemberian layanan TPT bagi balita serumah dengan pasien TBC.

 

     Data Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia (PERDHAKI) menyebutkan bahwa di Kota Kupang, Terapi Pencegahan TBC bagi balita kontak serumah dengan pasien TBC sebenarnya sudah mulai berjalan di tahun 2021, yakni sebanyak 9 balita serumah dengan pasien TBC yang telah mendapatkan layanan TPT. Kemudian di tahun 2022 sampai dengan bulan September, baru ada 8 balita serumah dengan pasien TBC yang mendapatkan TPT, sedangkan sebenarnya ada 47 balita yang dapat menjadi sasaran pemberian TPT. Puskesmas Manutapen sebagai salah satu dari 11 Puskesmas di Kota Kupang belum sama sekali mengimplementasikan layanan TPT pada wilayah kerjanya. Padahal ada 5 balita yang dapat menjadi sasaran pemberian Terapi Pencegahan TBC, yang tentunya kelima balita ini berada satu rumah dengan pasien TBC. Kelima balita ini perlu segera di layani dengan pencegahan TBC, agar tidak sakit TBC baik pada saat masih balita atau dikemudian hari ketika sudah dewasa dan menjadi sumber penularan baru.

  

     Kerjasama di antara tenaga kesehatan di Puskesmas Manutapen dengan Dinas Kesehatan Kota Kupang serta Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang bergerak di isu TBC dalam hal ini PERDHAKI kemudian diwujud nyatakan demi implementasi dan optimalisasi layanan Terapi Pencegahan TBC di wilayah kerja Puskesmas Manutapen khususnya agar kelima balita yang menjadi sasaran dapat terlayani dengan TPT. Sinergi dan kolaborasi ini dimulai pada bulan Oktober 2022, yang dimulai dengan pertemuan Advokasi Logistik Obat TPT antara 6 Puskesmas di Kota Kupang, termasuk Puskesmas Manutapen dengan Dinas Kesehatan Kota Kupang. Pertemuan ini didukung oleh PERDHAKI yang juga menampilkan data sasaran balita yang akan diberikan TPT. Hasil pertemuan disepakati dengan dimulainya aksi lapangan oleh Pengelola Program TBC masing-masing Puskesmas dan didukung oleh nakes lainnya yang terkait untuk bergerak dilapangan memberikan edukasi bagi orang tua balita untuk mengizinkan dan bersedia anaknya diberikan TPT. Dari Dinas Kesehatan Kota Kupang akan memastikan ketersediaan logistik obat TPT di gudang Farmasi dan mengupayakan ketersediaan obat TPT sesuai dengan kebutuhan.

 

     Di Puskesmas Manutapen, Pengelola Program TBC bersama dengan petugas Promosi Kesehatan melakukan kunjungan rumah ke 5 balita yang menjadi sasaran pemberian TPT. Dalam kunjungan rumah ini, petugas Promkes memberikan penyuluhan atau edukasi tentang TBC anak dan pentingnya TPT bagi balita serumah dengan pasien TBC. Pengelola Program TBC kemudian melakukan skrining secara klinis untuk memastikan tidak ada tanda dan gejala TBC pada balita, sehingga balita dipastikan sehat dan dapat diberikan Terapi Pencegahan TBC. Kunjungan rumah diakhiri dengan kesediaan orang tua dari balita agar balita mereka dapat menerima TPT yang ditunjukkan dengan penandatangan lembar kesediaan dari orang tua. Edukasi tentang TBC anak dan TPT tidak hanya diberikan dalam rumah tempat tinggal sasaran TPT tetapi juga dalam lingkungan RT dari sasaran TPT tersebut untuk lebih menyebarluaskan informasi dan edukasi tentang pentingnya TPT dalam pencegahan TBC anak. Setelah memastikan orang tua dari balita telah bersedia maka pengelola program TBC membuat permintaan obat TPT kepada Dinas Kesehatan Kota Kupang. Ada kendala yang terjadi, yakni tidak tersedianya salah satu paduan obat TPT di Dinas Kesehatan Kota Kupang. Sehingga, Dinas Kesehatan Kota Kupang masih harus membuat permintaan logistik obat TPT ke Dinas Kesehatan Provinsi. Permintaan dan pendistribusian obat TPT dari Provinsi ke Kota Kupang turut dipantau oleh PERDHAKI guna mempercepat sampainya obat TPT di Puskesmas Manutapen sesuai kebutuhan.

 

      Meski membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 2 minggu, akhirnya obat TPT yang dibutuhkan sampai di Puskesmas Manutapen. Pada tanggal 27 Oktober 2022, Pengelola Program TBC dan Petugas Promkes Puskesmas Manutapen kembali melakukan kunjungan rumah untuk pemberian obat TPT bagi sasaran balita. Sebelum pemberian obat TPT, Pengelola Program TBC memberikan konseling lagi kepada orang tua balita sebelum anak balita mereka memulai minum obat Terapi Pencegahan TBC. Akhirnya, pada tanggal tersebut kelima balita sasaran memulai minum obat Terapi Pencegahan TBC. Langkah ini memastikan kelima balita dapat dicegah agar tidak sakit TBC seperti orang tua, keluarga atau kerabatnya, serta memastikan balita sebagai penerus bangsa di masa depan dapat sehat dan tidak sakit TBC. Serangkaian aksi ini merupakan perdana di Puskesmas Manutapen dan diharapkan dapat terus di implementasikan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam program penanggulangan TBC, sehingga eliminasi TBC di 2030 dan eradikasi TBC di 2050 di Indonesia dapat tercapai.

Dibaca 269 Kali
Agnes Rihi Leo

Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.