Agnes Rihi Leo

Agnes Rihi Leo

Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Oleh: Andika A. Diaz Viera

Penyuluh Kesehatan Masyarakat

Puskesmas Manutapen, Kota Kupang

    

     Indonesia merupakan negara ketiga dengan beban Tuberkulosis (TBC) tertinggi di dunia (GTR, 2021). Diketahui bahwa masalah TBC, tidah hanya mengenai sakit TBC atau TBC aktif, yang penanggulangannya sudah cukup dengan pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT), tetapi juga terkait dengan orang yang telah terpapar, kemudian terinfeksi kuman TBC namun tidak mengalami gejala sakit TBC karena kuman TBC nya belum aktif, sebab daya tahan tubuh yang masih kuat, atau lebih dikenal dengan istilah infeksi laten TBC (ILTB). Untuk dapat menanggulangi kondisi tersebut diperlukan upaya lain dan masih tergolong baru mulai diterapkan di Indonesia, yakni pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT). Global Plan to End TB 2023-2030 menyebutkan bahwa TPT menjadi satu dari enam Pemodelan Epidemiologi yang menentukan dampak intervensi dalam mengakhiri TBC (Eliminasi TB 2030). Hal tersebut juga menjadi dasar dalam program TBC Nasional, yang juga memiliki sasaran salah satu nya adalah meningkatkan pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT) pada  anak dibawah 5 tahun (balita) yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC aktif dan tinggal satu rumah baik dari keluarga maupun kerabat.

 

     Balita sebagai salah satu kelompok yang sangat rentan dan beresiko mengalami Infeksi Laten TB (ILTB). Kondisi ini dialami saat balita terpapar bakteri TBC, namun bakteri tersebut tidak aktif atau dalam keadaan laten/tidur dan tidak menunjukkan gejala TBC. Sehingga diberikannya TPT pada anak dapat mencegah kuman TBC yang tertidur/laten/tidak aktif terbawa terus dalam tubuh lalu aktif dikemudian hari bahkan saat dewasa ketika daya tahan tubuh menurun dan kemudian menyebabkan sakit TBC. Penelitian menunjukkan bahwa 5-10% orang yang ILTB akan berkembang menjadi TBC Aktif. Biasanya balita yang ILTB saat dites dahak atau ronsen thorax maka hasilnya akan negative TBC. Namun, saaat dilakukan pemeriksaan dengan Tes Mantoux atau Tes Tuberkulin maka hasilnya akan positif. Positif disini menunjukkan adanya bakteri TBC dalam tubuh, namun bakteri tersebut tidak aktif/laten dan tidak bisa menularkan ke orang lain, sehingga tidak digolongkan sebagai sakit TBC. Meskipun bakteri TBC-nya dalam keadaan tidak aktif/laten, tetapi bakteri TBC tersebut sangat berpotensi menjadi TBC aktif dikemudian hari. Potensi inilah yang mengharuskan balita dengan ILTB perlu diberi TPT. TPT diminum selama 3-6 bulan secara rutin dan dapat diperoleh secara gratis di Puskesmas. Upaya pemberian TPT ini merupakan usaha untuk mengurangi jumlah balita yang menjadi terduga TB karena kontak serumah dengan pasien TB.

 

     Upaya layanan Terapi Pencegahan TBC yang masih tergolong baru di Indonesia mengakibatkan banyak hambatan dan kendala yang muncul di lapangan. Kendala dari sisi layanan yakni masih belum optimalnya dukungan logistik obat TPT, dimana membutuhkan waktu lama dalam proses pengadaan dan pendistribusian obat TPT. Selain itu, masih banyak tenaga kesehatan yang terkait dalam program TBC yang belum memahami dengan baik alur layanan TPT. Dari sisi masyarakat, meskipun telah ada Organisasi Masyarakat Sipil yang bergerak pada isu TBC yang didukung oleh Pendanaan Dunia (Global Fund ATM) melalui pergerakan kader-kader dilapangan namun kendala yang masih ditemui yakni banyak orang tua dari balita yang menolak anak balitanya diberikan TPT dengan alasan balita mereka masih terlihat sehat. Kebiasaan masyarakat yang sudah terbiasa dengan keadaan sakit dulu baru diberikan obat, bertentangan dengan paradigma TPT yang mana pemberian obat pencegahan justru diberikan kepada orang yang masih sehat dan berkontak erat dengan sumber penularan. Dua faktor ini menjadi kendala utama dalam pemberian layanan TPT bagi balita serumah dengan pasien TBC.

 

     Data Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia (PERDHAKI) menyebutkan bahwa di Kota Kupang, Terapi Pencegahan TBC bagi balita kontak serumah dengan pasien TBC sebenarnya sudah mulai berjalan di tahun 2021, yakni sebanyak 9 balita serumah dengan pasien TBC yang telah mendapatkan layanan TPT. Kemudian di tahun 2022 sampai dengan bulan September, baru ada 8 balita serumah dengan pasien TBC yang mendapatkan TPT, sedangkan sebenarnya ada 47 balita yang dapat menjadi sasaran pemberian TPT. Puskesmas Manutapen sebagai salah satu dari 11 Puskesmas di Kota Kupang belum sama sekali mengimplementasikan layanan TPT pada wilayah kerjanya. Padahal ada 5 balita yang dapat menjadi sasaran pemberian Terapi Pencegahan TBC, yang tentunya kelima balita ini berada satu rumah dengan pasien TBC. Kelima balita ini perlu segera di layani dengan pencegahan TBC, agar tidak sakit TBC baik pada saat masih balita atau dikemudian hari ketika sudah dewasa dan menjadi sumber penularan baru.

  

     Kerjasama di antara tenaga kesehatan di Puskesmas Manutapen dengan Dinas Kesehatan Kota Kupang serta Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang bergerak di isu TBC dalam hal ini PERDHAKI kemudian diwujud nyatakan demi implementasi dan optimalisasi layanan Terapi Pencegahan TBC di wilayah kerja Puskesmas Manutapen khususnya agar kelima balita yang menjadi sasaran dapat terlayani dengan TPT. Sinergi dan kolaborasi ini dimulai pada bulan Oktober 2022, yang dimulai dengan pertemuan Advokasi Logistik Obat TPT antara 6 Puskesmas di Kota Kupang, termasuk Puskesmas Manutapen dengan Dinas Kesehatan Kota Kupang. Pertemuan ini didukung oleh PERDHAKI yang juga menampilkan data sasaran balita yang akan diberikan TPT. Hasil pertemuan disepakati dengan dimulainya aksi lapangan oleh Pengelola Program TBC masing-masing Puskesmas dan didukung oleh nakes lainnya yang terkait untuk bergerak dilapangan memberikan edukasi bagi orang tua balita untuk mengizinkan dan bersedia anaknya diberikan TPT. Dari Dinas Kesehatan Kota Kupang akan memastikan ketersediaan logistik obat TPT di gudang Farmasi dan mengupayakan ketersediaan obat TPT sesuai dengan kebutuhan.

 

     Di Puskesmas Manutapen, Pengelola Program TBC bersama dengan petugas Promosi Kesehatan melakukan kunjungan rumah ke 5 balita yang menjadi sasaran pemberian TPT. Dalam kunjungan rumah ini, petugas Promkes memberikan penyuluhan atau edukasi tentang TBC anak dan pentingnya TPT bagi balita serumah dengan pasien TBC. Pengelola Program TBC kemudian melakukan skrining secara klinis untuk memastikan tidak ada tanda dan gejala TBC pada balita, sehingga balita dipastikan sehat dan dapat diberikan Terapi Pencegahan TBC. Kunjungan rumah diakhiri dengan kesediaan orang tua dari balita agar balita mereka dapat menerima TPT yang ditunjukkan dengan penandatangan lembar kesediaan dari orang tua. Edukasi tentang TBC anak dan TPT tidak hanya diberikan dalam rumah tempat tinggal sasaran TPT tetapi juga dalam lingkungan RT dari sasaran TPT tersebut untuk lebih menyebarluaskan informasi dan edukasi tentang pentingnya TPT dalam pencegahan TBC anak. Setelah memastikan orang tua dari balita telah bersedia maka pengelola program TBC membuat permintaan obat TPT kepada Dinas Kesehatan Kota Kupang. Ada kendala yang terjadi, yakni tidak tersedianya salah satu paduan obat TPT di Dinas Kesehatan Kota Kupang. Sehingga, Dinas Kesehatan Kota Kupang masih harus membuat permintaan logistik obat TPT ke Dinas Kesehatan Provinsi. Permintaan dan pendistribusian obat TPT dari Provinsi ke Kota Kupang turut dipantau oleh PERDHAKI guna mempercepat sampainya obat TPT di Puskesmas Manutapen sesuai kebutuhan.

 

      Meski membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 2 minggu, akhirnya obat TPT yang dibutuhkan sampai di Puskesmas Manutapen. Pada tanggal 27 Oktober 2022, Pengelola Program TBC dan Petugas Promkes Puskesmas Manutapen kembali melakukan kunjungan rumah untuk pemberian obat TPT bagi sasaran balita. Sebelum pemberian obat TPT, Pengelola Program TBC memberikan konseling lagi kepada orang tua balita sebelum anak balita mereka memulai minum obat Terapi Pencegahan TBC. Akhirnya, pada tanggal tersebut kelima balita sasaran memulai minum obat Terapi Pencegahan TBC. Langkah ini memastikan kelima balita dapat dicegah agar tidak sakit TBC seperti orang tua, keluarga atau kerabatnya, serta memastikan balita sebagai penerus bangsa di masa depan dapat sehat dan tidak sakit TBC. Serangkaian aksi ini merupakan perdana di Puskesmas Manutapen dan diharapkan dapat terus di implementasikan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam program penanggulangan TBC, sehingga eliminasi TBC di 2030 dan eradikasi TBC di 2050 di Indonesia dapat tercapai.

Tidak terasa kita telah memasuki tahun ke tiga di masa Pandemi COVID-19. COVID-19 masuk pertama kali di Indonesia pada Maret 2019 dan masih terus berlangsung hingga saat ini tahun 2022. Selama tiga tahun ini, virus corona mengalami perubahan struktur DNA yang mempengaruhi cara hidup atau keberlangsungan hidupnya. Saat ini, dunia sementara digemparkan oleh penemuan virus corona Varian baru omicron (B.1.1.529). Virus omicron  pertama kali ditemukan di Afrika Selatan pada 24 November 2021 dan kini terdeteksi di lebih dari 110 negara termasuk Indonesia dan diperkirakan akan terus meluas. WHO menetapkan varian omicron sebagai varian virus corona yang menyebabkan peningkatan penularan serta kematian dan bahkan dapat mempengaruhi efektivitas vaksin.

Pada Kamis 16 Desember 2021, Menteri Kesehatan Indonesia Budi mengumumkan penemuan kasus pertama COVID-19 varian Omicron di Indonesia yakni sehari setelah pasien terkonfirmasi Omicron. Kasus pertama ini terdeteksi pada petugas kebersihan di RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Kasus tersebut semakin meningkat, dan  tercatat ada 92 kasus konfirmasi baru pada 4 Januari 2022 sehingga total kasus omicron menjadi 254 kasus yang terdiri dari 239 kasus dari pelaku perjalanan internasional (imported case) dan 15 kasus transmisi lokal. Virus ini terbukti memiliki tingkat penularan yang sangat cepat, namun masyarakat tidak perlu kuatir dan tetap tenang. Masyarakat diimbau untuk terus tegakan protocol kesehatan 5 M, yakni tetap menggunakan masker, mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta membatasi perjalanan jika tidak terlalu mendesak. Dan yang tidak kalah penting, segera lakukan vaksinasi COVID-19 terutama bagi kelompok rentan  serta jangan lupa terus tegakan protocol kesehatan walaupun kita telah divaksin.

CEGAH OMICRON DENGAN 5 M

Kamis, 06 Januari 2022 03:36

DBD atau Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditandai dengan demam 2-7 hari disertai dengan perdarahan, penurunan trombosit dan dapat disertai pula dengan gejala-gejala yang yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri otot dan tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata hingga. Virus dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran DBD adalah perubahan iklim terutama saat memasuki musim penghujan. Habitat perkembangan nyamuk Aedes Aegepty adalah tempat-tempat yang dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk ini dapat dikelompokan menjadi tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki, bak mandi/wc, dll; Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti vas bunga, tempat minum bururng, barang bekas, dll; serta tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah pisang, dll. Pada musim hujan, populasi Aedes Aegepty akan meningkat karena telur-telur yang belum menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk.

Saat ini, Kota Kupang sudah memasuki musim penghujan. Saat musim hujan, terjadi peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue. Peningkatan ini bukan karena tanpa alasan. Hal ini dikarenakan genangan hujan pada habitat meningkatkan peluang telur yang belum menetas menjadi menetas sehingga meningkatkan populasi nyamuk.  Hal yang dapat kita lakukan saat ini adalah tetap waspada dan lakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain pengendalian vektor yakni nyamuk itu sendiri. Pengendalian vektor adalah upaya yang dilakukan untuk menurunkan risiko penularan oleh nyamuk dengan cara meminimalkan habitat perkembangbiakan nyamuk atau dikenal dengan sebutan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dengan 3M Plus. Yang menjadi sasaran kegiatan PSN 3M adalah  semua tempat yang berpotensi menjadi tempat perkembang biakan nyamuk antara lain Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi/WC, drum, dll minimal seminggu sekali; Menutup rapat-rapat tempay penampungan air seperti gentong, tempayang, dll; serta Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng atau botol bekas. PSN 3M diiringi dengan kegiatan Plus lainnya antara lain mengganti air vas bunga/tempat minum burung atau tempat-tempat sejenisnya seminggu sekali, memperbaiki talang air yang tidak lancar, memasang kawat kasa pada lubang angin, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk seperti lotion anti nyamuk, obat nyamuk semprot maupun bakar, menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar, tidur dengan menggunakan kelambu, memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau tempat penampungan air, membersihkan lingkungan rumah minimal sekali seminggu, serta penggunaan abate pada tempat penampungan air yang tempat penampungan air minum. Saat ini Puskesmas Manutapen sedang mendistribusikan abate di Masyarakat melalui Posyandu, Pustu dan Membagikan langsung ke Masyarakat. Jika ada Bapa/Mama/Sodara/I yang belum mendapatkan abate, dapat langsung datang ke Puskesmas untuk memperoleh abate. Abate dibagikan kepada masyarakat secara gratis tanpa pungutan biaya apapun. Jika salah satu anggota keluarga terinfeksi DBD maka yang harus dilakukan adalah berikan air putih untuk mencegah dehidrasi serta berikan obat penurun panas. Jika panas tidak berhenti sampai 3 hari maka segera ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk diberikan tindakan.

Ayo Lakukan Tindakan Pencegahan dengan 3M Plus !!!!!!

Puskesmas Manutapen telah melaksanakan Kegiatan Musyawarah Masyarakat Tingkat Kelurahan (MMK) di Kelurahan Mantasi, Fatufeto dan Manutapen dari tanggal 23-25 November 2021.
 
Sebelum dilakukan MMK, PKM Manutapen terlebih dahulu melakukan Survei Mawas Diri untuk menemukan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Sebanyak 250 sampel dipilih untuk mewakili populasi dengan rincian 100 sampel dari Kelurahan Manutapen, 100 Sampel dari Kelurahan Fatufeto dan 50 sampel dari Kelurahan Mantasi. Hasil survei dipaparkan dalam kegiatan MMK kemudian dicarikan prioritas masalah dan rencana tindak lanjut untuk memecahkan masalah kesehatan. Penentuan prioritas masalah dan rencana tindak lanjut juga dilakukan oleh perwakilan masyarakat (Tomas). Rencana tindak lanjut yang dibuat kemudian menjadi dasar perencanaan program kesehatan di PKM Manutapen. Hal ini menunjukan bahwa PKM Manutapen selalu melibatkan masyarakat dalam menyusun program kerja sehingga rencana kerja yang disusun benar-benar menyentuh masyarakat dan menjawab kebutuhan masyarakat.

MUSYAWARAH MASYARAKAT TINGKAT KELURAHAN

Selasa, 14 Desember 2021 03:31

Stunting atau perawakan pendek pada anak merupakan masalah gizi kurang yang ditandai dengan panjang badan atau tinggi badan anak kurang dibandingkan dengan tinggi badan atau panjang badan anak normal di usianya, dengan nilai z-score kurang dari -2 standar deviasi. Penyebab utama masalah gizi ini antara lain konsumsi zat gizi yang tidak adekuat di mana zat gizi yang dikonsumsi kurang dari jumlah zat gizi yang dibutuhkan serta kejadian penyakit infeksi.

Data Riskesdas tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 menunjukan angka prevalensi stunting di  Provinsi Nusa Tenggara Timur menduduki peringkat pertama di Indonesia. Prevalensi stunting di NTT pada tahun 2013 sebesar 51,7% dan mengalami penurunan pada tahun 2018 menjadi 42,6%.  Walupun terjadi penurunan, namun angka tersebut berada di atas angka nasional dan belum mencapai target Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019 yakni sebesar 28% dan target SDGs yang telah ditetapkan yakni menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025.

Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat yang berarti diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat guna mempermudah masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk menurunkan kematian ibu, bayi dan balita. Kegiatan utama yang dilakukan di posyandu antara lain Kesehatan ibu dan Anak, Imunisasi, Gizi, Keluarga Berencana dan Pendidikan Pola Hidup Sehat. Kegiatan gizi yang dimaksudkan antara lain pemantauan tumbuh kembang anak melalui pengukuran tinggi badan dan berat badan bayi/balita setiap bulan, pendidikan/konseling gizi serta intervensi gizi bagi bayi/balita yang mengalami masalah gizi.

Sejatinya, tinggi badan atau panjang badan anak akan bertambah seiring dengan pertambahan usianya. Pertambahannya pun berbeda di setiap tahapan umur. Dengan melakukan pengukuran tinggi badan di posyandu, ibu akan mengetahui apakah anaknya mengalami gangguang pertumbuhan atau tidak melalui grafik pertumbuhan menurut umur. Jika anak mengalami masalah tumbuh kembang maka akan diberikan intervensi gizi sedini mungkin melalui konseling gizi atau pemberian makanan tambahan oleh petugas gizi di posyandu. Dengan demikian, masalah gizi yang dialami anak tidak menjadi berat dan tumbuh kembangnya dapat berjalan optimal sehingga kejadian stunting pada anak dapat dicegah. Oleh karena itu, penting bagi ibu membawa anaknya ke posyandu untuk dilakukan pengukuran berat dan tinggi/panjang badan guna memantau tumbuh kembang si kecil.

CEGAH STUNTING MELALUI POSYANDU

Rabu, 28 Juli 2021 00:35

Vaksinasi covid-19 sudah dilakukan sejak Bulan Januari 2021. Program Vaksinasi ini dibuat secara bertahap guna mendorong terbentuknya herd immunity (kekebalan kelompok) dalam menghadapi pandemi covid-19. Tahap pertama berlangsung hingga bulan April 2021 dengan target prioritas adalah  tenaga kesehatan. Dilansir dari situs berita IDN Times tanggal 16 Februari 2021, berdasarkan catatan Koalisi warga untuk Lapor covid-19, jumlah tenaga kesehatan yang gugur akibat covid-19 Sejak awal masa pandemi di Indonesia pada bulan Maret 2020 hingga pertengahan Februari 2021 tercatat sebanyak 757 jiwa, padahal untuk melahirkan tenaga kesehatan butuh 4-7 tahun. Jumlah kematian terbanyak adalah dokter sebanyak 317 jiwa dan diikuti tenaga perawat dan bidan. Hilangnya tenaga kesehatan ini sangat berbahaya karena akan mengancam sistem kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, Kelompok ini dinilai penting untuk diberikan vaksin covid-19 karena selain untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit dan mengurangi jumlah tenaga kesehatan yang meninggal akibat covid-19 juga akan melindungi keluarganya serta pasien yang dirawat.

Yang menjadi pertanyaan saat ini, apakah terjadi penurunan jumlah kematian dan keterpaparan covid 19 pada tenaga kesehatan usai divaksinasi?

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI melakukan kajian cepat terhadap keefektifan vaksin Sinovac terhadap infeksi covid-19 baik perawatan maupun kematian khususnya kepada tenaga kesehatan. Kajian ini dilakukan pada periode 13 Januari hingga 18 Maret 2021 dengan fokus pada tenaga kesehatan di wilayah DKI Jakarta baik yang belum divaksinasi maupun yang telah divaksin covid 19, baik itu dosis pertama maupun yang sudah vaksinasi lengkap dengan 2 dosis. Hasil kajian menunjukan bahwa vaksinasi sinovac dengan 2 dosis (dosis lengkap) dapat menurunkan risiko covid 19 sebesar 94%. Tak hanya itu, pemberian vaksinasi sinovac dosis lengkap dapat mencegah risiko perawatan karena covid 19 sebesar 96% dan juga mencegah kematian karena covid sebesar 98%. Hasil pengkajian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa vaksinasi sinovac dosis lengkap itu secara signifikan dapat menurunkan risiko dan mencegah covid-19 dengan gejala.

Bagaimana dengan jenis vaksin lainnya yang saat ini digunakan di Indonesia?

Sebelum diedarkan dan digunakan di Indonesia, vaksin akan melalui beberapa tahapan uji klinis untuk dikelurkan izin edarnya. Uji klinis ini dilakukan oleh BPOM untuk melihat dan memastikan efektifitas vaksin yakni sejauh mana vaksin itu dapat membangun imunitas dan apakah imunitas yang dibangun mampu menangkal virus tersebut. Selain itu, uji klinis dilakukan untuk memastikan keamanan vaksin ini yaitu membandingkan keuntungan yang kita terima daripada efek samping yang ditimbulkan setelah divaksinasi. Lagipula, tidak bisa jika hanya mengandalkan satu jenis vaksin saja mengingat jumlah kelompok rentan yang sangat besar di Indonesia oleh karena itu, kebutuhan akan vaksin covid 19 juga sangat besar.

Bagaimana setelah divaksin?

Ingat, vaksinasi tidak menjamin 100% kita tidak tertular covid 19. Namun, apabila kita terinfeksi covid-19 maka akan menurunkan risiko kematian atau mempersingkat waktu perawatan bahkan terkadang terinfeksi tidak menunjukan gejala sama sekali. Oleh karena itu, tetap tegakan protocol kesehatan yakni mencuci tangan dengan sabun atau cairan berbahan dasar alkohol, menggunakan masker, menjaga jarak, mencegah kerumunan serta membatasi mobilisasi.

Mengingat manfaat vaksinasi covid-19 yang begitu besar, ayo siapkan lenganmu untuk divaksin, mumpung masih gratis ?.

Virus corona merupakan virus penyebab covid 19 dan muncul pertama kali di Wuhan pada tahun 2019.  Pada bulan Maret 2020 virus masuk ke Indonesia setelah dua orang WNI terkonfirmasi positif covid 19. Hingga saat ini, data terkonfirmasi positif di Indonesia melebihi 1 juta. Virus corona merupakan jenis virus yang mudah mengalami mutasi. Mutasi virus adalah perubahan materi genetik virus yang dapat mempengaruhi struktur dan cara kerja virus.  Baru-baru ini Kementerian Kesehatan RI menyampaikan adanya dua kasus positif Covid-19 dengan mutasi virus corona dari Inggris atau B.1.1.7 pada Maret 2021 (Dua kasus tersebut merupakan hasil temuan dari 462 sampel yang diperiksa).

Mutasi virus Corona B.1.1.7 pertama kali diumumkan di Inggris pada Desember 2020.  Memang belum ada bukti ilmiah yang mengatakan virus corona varian B.1.1.7 lebih ganas dari sebelumnya, tetapi beberapa penelitian di negara lain menunjukan varian virus baru ini lebih cepat menular dibandingkan varian lama. Varian virus ini menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat, apalagi setelah Provinsi NTT masuk dalam 5 besar jumlah kasus positif covid-19 pada awal Mei ini. Belum lagi muncul keraguan di tengah masyarakat akan efektivitas vaksin covid-19 yang digunakan saat ini untuk melindungi diri kita dari virus varian baru ini. Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmidzi, M.Epid menegaskan bahwa vaksin Covid-19 yang saat ini digunakan efektif terhadap mutasi virus Covid 19. Vaksin covid-19 dapat membentuk kekebalan kelompok atau Herd Immunity. Namun hal tersebut terjadi jika cakupan vaksinasi covid-19 tinggi. Dan ingat bahwa vaksinasi covid-19 tidak memberikan jaminan 100% seseorang tidak akan tertular covid-19 tetapi jika tertular tidak memberikan efek berat yang menimbulkan kematian. Oleh karena itu, untuk mencegah penularan Covid-19 varian baru ini, dihimbau untuk terus menjalankan protokol kesehatan dengan 5 M yakni menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilisasi. Protokol kesehatan ini wajib dilakukan oleh setiap orang walaupun telah menerima vaksin covid-19.